Tan Malaka Pahlawan Revolusioner Indonesia (Sumber : Canva.com)
WWW. GOLANNUSANTARA.COM – Sahabat Golan, apabila kita mendiskusikan individu yang memberikan dampak signifikan dalam sejarah Indonesia, nama Tan Malaka jelas tidak boleh diabaikan. Tan Malaka merupakan seorang intelektual, pejuang, penulis, serta seorang politikus revolusioner yang berkontribusi besar pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Akan tetapi, perjalanan hidup Tan Malaka tidak biasa. Ia adalah sosok yang enigmatic, sering berada dalam pengasingan, menggunakan banyak alias, dan pemikirannya jauh melampaui zamannya. Sangat wajar, meski menyumbangkan banyak jasa, namanya sempat terpinggirkan dalam catatan sejarah bangsanya.
Tulisan ini bertujuan untuk mengajak Sahabat Golan menjelajahi kehidupan Tan Malaka dengan detail. Kita akan membicarakan latar belakang keluarganya, pendidikan, perjalanan di dunia politik, karya-karya monumental, hingga warisan ide-idenya yang masih relevan hingga kini.
Latar Belakang dan Masa Kecil Tan Malaka
Tan Malaka lahir dengan sebutan Sutan Ibrahim pada 2 Juni 1897 di Nagari Pandan Gadang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Ia berasal dari suku Minangkabau yang sangat menghargai tradisi, pendidikan, dan pengembaraan.
Ayahnya, Rasad Caniago, adalah seorang petani yang memiliki harapan agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan modern. Ibunya, Rangkayo Sinah, adalah seorang wanita yang tegas sekaligus religius. Dari kedua orang tuanya, Tan Malaka menerima warisan nilai keteguhan, etos kerja yang tinggi, dan rasa tanggung jawab.
Sejak dini, ia dikenal sebagai anak yang brilian dan kritis. Ia memulai pendidikan di sekolah desa, kemudian melanjutkan ke Sekolah Raja (Kweekschool) di Bukittinggi. Di institusi ini, Tan Malaka mulai menunjukkan kecerdasannya yang mencolok.
Para gurunya menyadari bahwa Tan Malaka memiliki bakat luar biasa. Hal ini memberinya peluang langka untuk melanjutkan pendidikan ke Belanda, sebuah kesempatan yang hanya didapat oleh segelintir pribumi selama masa kolonial.
Pendidikan di Belanda dan Awal Pemikiran Politik
Pada tahun 1913, Tan Malaka berangkat ke Belanda untuk menempuh pendidikan di Rijkskweekschool Haarlem, sebuah institusi pendidikan guru yang prestisius. Sahabat Golan, bayangkan tantangan besar yang harus ia hadapi saat itu. Di usia yang masih muda, ia harus beradaptasi dengan budaya serta bahasa yang sepenuhnya baru.
Selama berada di Belanda, ia mulai terpapar dengan ide-ide sosialisme, komunisme, dan nasionalisme. Ia banyak membaca karya-karya dari tokoh dunia seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Vladimir Lenin, dan Rosa Luxemburg.
Keterlibatan Tan Malaka dalam Diskusi Mahasiswa
Tan Malaka juga aktif berinteraksi dengan mahasiswa dari beragam negara kolonial seperti India, Filipina, dan Suriname. Dari interaksi tersebut, ia mulai menyadari bahwa kolonialisasi adalah isu yang bersifat global dan rakyat di negara yang terjajah harus bersatu untuk memperoleh kebebasan.
Pikiran ini kemudian mendasari perjuangannya. Ia percaya bahwa kemerdekaan Indonesia hanya bisa dicapai melalui perjuangan rakyat yang terorganisir dan berlandaskan revolusi, bukan hanya sekadar melalui kesepakatan dengan para penjajah.
Kembalinya ke Indonesia dan Awal Karier Politik
Setelah menyelesaikan studinya, Tan Malaka kembali ke Indonesia pada tahun 1919. Ia memulai kariernya sebagai guru di wilayah Deli, Sumatera Utara, yang dikenal karena perkebunan tembakaunya.
Di tempat tersebut, Tan Malaka menyaksikan dengan jelas penderitaan yang dialami oleh para pekerja perkebunan yang hidup dalam keadaan miskin dan dieksploitasi. Pengalaman ini membuka pandangannya dan menguatkan niatnya untuk memperjuangkan keadilan sosial.
Ia kemudian bergabung dengan Sarekat Islam (SI), organisasi terbesar di Indonesia waktu itu yang dipimpin oleh H. O. S. Tjokroaminoto. Namun, karena pemikirannya yang radikal, ia sering kali memiliki pandangan yang berbeda dari anggota SI yang lain.
Pada tahun 1921, Tan Malaka bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia memainkan peran penting dalam memperkuat organisasi partai dan menyebarkan ide-ide perjuangan rakyat.
Namun, kegiatan politiknya membuat pemerintah kolonial Belanda merasa khawatir. Pada tahun 1922, Tan Malaka ditangkap dan diasingkan ke Belanda. Pengasingan ini menandai awal dari perjalanan panjangnya sebagai seorang pejuang internasional.
Pengasingan dan Upaya Perjuangan di Luar Negeri
Selama masa pengasingan, Tan Malaka tidak berhenti berjuang. Ia bahkan memperluas jangkauannya dengan terlibat dalam organisasi internasional seperti Komintern (Komunis Internasional).
Ia melakukan perjalanan ke berbagai negara, termasuk Rusia, Jerman, Filipina, Singapura, China, dan Thailand. Di setiap negara itu, ia berupaya membangun jaringan perjuangan untuk mendukung kemerdekaan Indonesia.
Di luar sana, Tan Malaka terkadang harus hidup dengan identitas yang tidak asli untuk menghindari penangkapan. Hal ini mendatangkan risiko tinggi dan pengorbanan dalam hidupnya.
Walaupun begitu, ia tetap produktif dalam menulis dan menyebarkan pemikirannya. Ide-ide Tan Malaka dikenal sangat progresif, bahkan jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh politik di Indonesia pada waktu itu.
Karya-Karya Kunci Tan Malaka
Tan Malaka merupakan penulis yang sangat produktif dengan banyak karya penting. Salah satu karya utamanya adalah Madilog, singkatan dari Materialisme, Dialektika, dan Logika.
Buku ini ditulis untuk memberikan cara berpikir ilmiah kepada masyarakat Indonesia. Dalam Madilog, Tan Malaka mengkritik cara berpikir yang bersifat mistis dan tidak rasional yang, menurutnya, menghalangi kemajuan bangsa.
Selain Madilog, Tan Malaka juga menulis buku “Dari Penjara ke Penjara,” yang berisi catatan tentang perjuangannya saat mendekam di penjara dan masa pengasingan. Buku ini menyajikan gambaran yang jelas mengenai pengorbanan seorang pejuang kemerdekaan.
Melalui tulisan-tulisannya, Tan Malaka berupaya membangkitkan kesadaran politik rakyat dan memberikan mereka pengetahuan yang logis.
Peran dalam Revolusi Kemerdekaan
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Tan Malaka kembali ke tanah airnya. Ia segera terlibat dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Belanda yang berusaha untuk kembali menguasai wilayah Indonesia.
Di tahun 1946, Tan Malaka mendirikan organisasi Persatuan Perjuangan yang terdiri dari berbagai kelompok perjuangan dengan tujuan yang serupa: meraih kemerdekaan sepenuhnya tanpa adanya kompromi dengan Belanda.
Namun, pandangannya berbeda dari pemerintah yang dipimpin oleh Soekarno dan Mohammad Hatta, yang lebih memilih pendekatan diplomatik seperti Perjanjian Linggarjati.
Tan Malaka menolak untuk berkompromi karena ia berpandangan bahwa hal itu hanya akan merugikan posisi Indonesia. Ia menginginkan perjuangan bersenjata dan pendekatan diplomasi yang tegas.
Meskipun sering berbeda pendapat, Tan Malaka tetap diakui sebagai sosok penting dalam revolusi. Bahkan, ada usulan untuk menjadikannya sebagai Perdana Menteri oleh kelompok yang menentang diplomasi dengan Belanda.
Penangkapan dan Wafatnya Tan Malaka
Ketegangan politik di Indonesia semakin meningkat pada tahun 1948 ketika pemberontakan PKI terjadi di Madiun. Meskipun Tan Malaka tidak terlibat dalam peristiwa tersebut, kehadirannya dipandang sebagai ancaman bagi stabilitas nasional.
Pada 19 Februari 1949, Tan Malaka ditangkap oleh pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan dieksekusi di Kediri, Jawa Timur. Peristiwa ini masih menyisakan misteri dan kontroversi hingga saat ini.
Bagi sahabat Golan, wafatnya Tan Malaka merupakan kerugian besar bagi bangsa Indonesia. Namun, pemikiran dan ide-ide yang ditinggalkannya tetap hidup serta menjadi inspirasi bagi banyak generasi setelahnya.
Pengakuan Sebagai Pahlawan Nasional
Setelah meninggalnya, nama Tan Malaka sempat terlupakan karena perdebatan politik dan hubungannya dengan komunisme. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak sejarawan dan tokoh bangsa yang berjuang untuk mengakui jasanya.
Pada tahun 1963, pemerintah Indonesia resmi menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional. Pengakuan ini menunjukkan bahwa kontribusinya dalam perjuangan kemerdekaan tidak bisa diabaikan oleh perbedaan politik.
Saat ini, nama Tan Malaka diabadikan di berbagai tempat, termasuk jalan, sekolah, dan universitas, sebagai bentuk penghormatan terhadap pengorbanannya.
Warisan Pemikiran Tan Malaka
Pemikiran Tan Malaka memiliki relevansi yang mendalam bagi bangsa Indonesia saat ini. Beberapa warisan penting yang ia tinggalkan meliputi:
1. Signifikansi pendidikan politik bagi rakyat agar mereka memahami hak dan kewajiban mereka.
2. Kemandirian ekonomi bangsa untuk mengurangi ketergantungan terhadap pihak asing.
3. Solidaritas internasional dalam melawan imperialisme dan penindasan global.
4. Pendekatan rasional dan ilmiah sebagai landasan pembangunan nasional.
5. Perjuangan kolektif yang melibatkan semua lapisan masyarakat.
Warisan ini menjadi pelajaran berharga bagi generasi muda Indonesia dalam menghadapi tantangan global.
Penutup
Sahabat Golan, kisah hidup Tan Malaka merupakan narasi yang menggambarkan keberanian, pengorbanan, dan tekad yang luar biasa. Ia tidak hanya dikenal sebagai pejuang untuk kemerdekaan, tetapi juga sebagai seorang pemikir yang memberikan dasar ideologis bagi perjuangan bangsa.
Walaupun sering kali berselisih pandangan dengan tokoh-tokoh lainnya, semangatnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tetap kokoh dan tak terpengaruh.
Dengan menyelami sejarah hidup Tan Malaka, kita dapat melihat betapa rumitnya proses mencapai kemerdekaan dan betapa pentingnya mempertahankan semangat perjuangan itu di era saat ini.
