WWW.GOLANNUSANTARA.COM – Sungai Dua Warna di Maluku Tengah hadir sebagai salah satu fenomena alam yang memikat sekaligus mengundang tanda tanya. Warna air yang berbeda dalam satu aliran membuat banyak pihak kagum, tetapi juga khawatir akan kondisi lingkungan yang berubah. Fenomena ini menjadi topik hangat karena tidak hanya menyangkut keindahan, melainkan juga berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat sekitar.
Lebih jauh, Sungai Sagea yang menjadi lokasi fenomena ini bukan sekadar aliran air biasa. Ia adalah sumber utama kebutuhan warga, penopang sektor pertanian, hingga pintu gerbang menuju destinasi wisata karst yang menakjubkan. Karena itu, memahami penyebab dan dampaknya sangat penting agar keberlangsungan alam tetap terjaga.
Melalui uraian berikut, Sahabat Golan akan diajak mengenal lebih dekat apa itu Sungai Dua Warna, penyebab terjadinya, hingga langkah penanganan yang tengah dilakukan.
Apa itu Sungai Dua Warna di Maluku Tengah
Fenomena Sungai Dua Warna terjadi ketika Sungai Sagea di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara, menunjukkan perpaduan warna jernih dan kecokelatan secara bersamaan.
Sungai ini dikenal sebagai sumber kehidupan untuk warga Desa Sagea dan Kiya serta bagian lanskap karst wisata Goa Bokimoruru. Namun pada Juli–Agustus 2023 muncul perubahan warna air yang signifikan. Dari jernih berubah menjadi oranye kecokelatan dan berlumpur. Fenomena ini mengundang perhatian masyarakat dan pihak lingkungan.
DLH Kabupaten Halmahera Tengah menyebut bahwa perubahan warna ini tergolong fatal karena lumpurnya pekat, dan indikasi awal menunjukkan aktivitas tambang sebagai penyebabnya.
Sementara itu pihak DLH Provinsi dan pemerintah setempat melakukan investigasi lebih lanjut, termasuk pengambilan sampel air di laboratorium untuk mengetahui tingkat pencemaran dan kepatuhannya terhadap baku mutu lingkungan.
Apa Penyebab Perubahan Warna Air di Sungai Sagea
Penyebab perubahan warna Sungai Sagea terdiri dari dua faktor utama.
Dugaan aktivitas pertambangan
Warga dan komunitas seperti Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial menyebut bahwa konsesi tambang di hulu terindikasi menjadi sumber material tanah dan lumpur yang masuk ke sungai, terutama saat hujan. Mereka mendesak DLH melakukan uji lab resmi bersama warga dan akademisi.
Faktor alam dan deforestasi.
DLH Provinsi Maluku Utara menyatakan warna cokelat juga bisa disebabkan oleh erosi akibat gundulnya hutan di hulu sungai. Sehingga saat hujan, tanah lebih mudah terbawa ke aliran air, meskipun masih harus dibuktikan dengan investigasi ilmiah.
Upaya Penanganan dan Hasil Uji Kualitas Air
Tindakan yang telah dilakukan mencakup investigasi lapangan, pengambilan sampel air, serta studi laboratorium.
Distribusi tugas DLH.
DLH Kabupaten sudah turun lapangan mengamati masalah ini dan berkolaborasi dengan DLH Provinsi dan KLHK apabila diperlukan tindakan hukum atau regulasi lebih lanjut.
Hasil uji kualitas air.
Pada September 2023, DLH Provinsi melakukan dua kali pengambilan sampel dengan sampel diuji oleh laboratorium terakreditasi (PT Analitika Kalibrasi Laboratorium – Ankal, Bogor). Hasil menunjukkan seluruh parameter, seperti TDS, TSS, pH, BOD, COD, DO, serta logam berat (Hg, Cd, Ni, Pb, dll.) berada dalam baku mutu kelas 2. Artinya air masih aman digunakan untuk rekreasi, budidaya ikan, irigasi, dan penggunaan lainnya sesuai kelasnya.
Mengapa Fenomena Ini Penting untuk Dipahami Sahabat Golan
Fenomena Sungai Dua Warna penting dipahami karena menyangkut kehidupan masyarakat sekaligus kelestarian alam. Isu ini bukan hanya soal air yang berubah warna, tetapi juga menyentuh aspek ekonomi, wisata, hingga partisipasi sosial.
Pertama, sebagai sumber kehidupan. Sungai Sagea menyediakan air bersih untuk warga Desa Sagea dan Kiya. Air digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, dan budidaya ikan. Ketika kualitas air menurun, maka produktivitas pertanian berkurang, ikan sulit berkembang, dan masyarakat kehilangan penopang ekonomi. Dengan kata lain, kondisi sungai yang sehat berarti menjamin keberlangsungan hidup warga.
Kedua, dari sisi wisata karst. Goa Bokimoruru dan bentang karst di sekitar Sagea adalah daya tarik wisata alam. Jika sungai terus tercemar, potensi wisata akan merosot, padahal sektor ini bisa menjadi peluang ekonomi baru bagi masyarakat. Menjaga kebersihan sungai berarti juga menjaga daya tarik wisata yang berkelanjutan.
Ketiga, keterlibatan masyarakat. Aksi protes, tuntutan uji laboratorium independen, dan pemantauan bersama menunjukkan bahwa warga peduli terhadap lingkungan. Partisipasi aktif ini penting agar setiap langkah pemerintah dan perusahaan bisa diawasi dengan transparan. Dengan keterlibatan masyarakat, solusi yang diambil juga akan lebih akuntabel.
Dengan demikian, fenomena Sungai Dua Warna bukan sekadar masalah lingkungan sesaat, melainkan persoalan yang memengaruhi ekosistem, pariwisata, dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang.
Dampak Sungai Dua Warna bagi Ekosistem
Fenomena perubahan warna Sungai Sagea tidak hanya berpengaruh pada tampilan visual, tetapi juga membawa dampak nyata bagi ekosistem perairan di sekitarnya. Air yang bercampur lumpur membuat ikan lebih sulit bernapas karena kadar oksigen terlarut bisa menurun sementara. Hal ini dapat memengaruhi populasi ikan lokal yang selama ini menjadi sumber pangan penting bagi warga sekitar.
Selain ikan, tumbuhan air dan mikroorganisme juga ikut terdampak. Air yang keruh membuat cahaya matahari sulit menembus dasar sungai, sehingga proses fotosintesis tanaman air berkurang. Dalam jangka panjang, perubahan ini bisa mengganggu rantai makanan di ekosistem sungai.
Dari sisi satwa liar, banyak burung dan hewan darat yang bergantung pada sungai sebagai sumber minum dan habitat. Perubahan kualitas air berpotensi memaksa satwa pindah atau kehilangan sumber kehidupannya. Oleh sebab itu, menjaga stabilitas kualitas air di Sungai Sagea merupakan hal yang sangat krusial demi keberlangsungan ekosistem.
Potensi Sungai Dua Warna sebagai Geopark
Selain sebagai sumber kehidupan, Sungai Sagea dan kawasan karst di sekitarnya menyimpan potensi besar sebagai Geopark. Wilayah ini memiliki gua karst Bokimoruru dengan panjang lorong yang menakjubkan serta panorama sungai yang khas. Apabila fenomena alam dan lingkungan dikelola dengan baik, kawasan ini bisa menjadi destinasi wisata edukasi berkelas dunia.
Geopark bukan hanya tentang wisata, tetapi juga edukasi dan konservasi. Melalui konsep ini, Sahabat Golan dapat menyaksikan keindahan alam sambil memahami nilai geologi, ekologi, dan budaya lokal. Dengan demikian, keberadaan Geopark Sagea bisa memberi manfaat ganda, yaitu menjaga kelestarian lingkungan sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat setempat.
Untuk mewujudkan hal ini, perlu adanya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah daerah, akademisi, komunitas lokal, dan pelaku pariwisata. Dengan sinergi tersebut, Sungai Sagea dapat diangkat sebagai ikon wisata berkelanjutan yang tetap menjaga harmoni alam dan budaya.
Kesimpulan dan Rekomendasi Aksi
Sebagai penutup, berikut poin penting dan saran bagi pengambil kebijakan dan masyarakat. Investigasi menyeluruh harus tetap dilanjutkan untuk mengonfirmasi apakah perubahan warna disebabkan oleh pertambangan atau erosi alam.
Pemantauan rutin terhadap kualitas air perlu dilakukan, dengan melibatkan masyarakat, akademisi, dan lembaga lingkungan. Rehabilitasi lingkungan, seperti reboisasi hulu sungai, bisa sangat membantu mengurangi erosi tanah ketika hujan.
Transparansi hasil uji laboratorium kepada publik agar kepercayaan terhadap penanganan isu lingkungan tumbuh. Pengembangan kawasan sebagai Geopark dapat dijadikan langkah jangka panjang agar wilayah bentang karst ini punya nilai tambah wisata berkelanjutan.
