Indonesia memperkuat hilirisasi mineral kritis untuk mendorong investasi berkelanjutan dan transisi energi hijau. (Dok. indonesia.go.id)
JAKARTA, WWW.GOLANNUSANTARA.COM – Pemerintah Indonesia terus memperkuat hilirisasi mineral kritis untuk mendorong investasi berkelanjutan di sektor energi hijau.
Dalam rangkaian Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025, digelar panel bertajuk “Enhancing Downstreaming: Sustainable Investment in Critical Minerals Industries.”
Panel ini menghadirkan Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/Hilirisasi BKPM, Nurul Ichwan, Global Head of Sustainability International Chamber of Commerce, Raelene Martin, CEO PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, Direktur Infrastruktur dan Operasi PT Krakatau Steel, Utomo Nugroho, serta Managing Director Asia SEDEX, Walter Lin.
Dalam paparannya, Nurul Ichwan menegaskan bahwa hilirisasi mineral menjadi strategi utama memperkuat struktur ekonomi nasional. Ia menyebutkan, strategi ini mendukung transformasi menuju pembangunan berkelanjutan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pengembangan industri hilir harus sejalan dengan regulasi internasional seperti EU Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). Selain itu, perlu memperhatikan kebijakan environmental and human-rights due diligence agar industri nasional mampu bersaing global.
“Pemerintah menargetkan investasi lebih dari Rp3.800 triliun dalam lima tahun ke depan untuk pengembangan industri hilir dari 15 komoditas prioritas, termasuk nikel, tembaga, bauksit, dan baja. Hilirisasi bukan hanya tentang industrialisasi, tetapi tentang menciptakan nilai tambah ekonomi yang berkelanjutan, mendukung transisi energi, dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global,” ujar Nurul Ichwan, Sabtu (11/10/2025).
Ia menambahkan, mineral kritis kini menjadi aset strategis dalam diplomasi ekonomi internasional.
Kebijakan nasional harus mampu menjembatani kepentingan negara kaya sumber daya dengan pemilik teknologi dan modal.
Pemerintah juga menegaskan pentingnya penerapan good mining practices dan energi bersih. Langkah ini menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan.
Diskusi panel mengulas peluang besar Indonesia dalam memperluas kapasitas industri hilir mineral kritis seperti nikel, tembaga, dan logam tanah jarang. Komoditas tersebut menjadi fondasi penting dalam ekosistem kendaraan listrik dan energi baru terbarukan.
Para pembicara menyoroti pentingnya konsistensi kebijakan di tengah pergeseran teknologi global menuju baterai lithium iron phosphate (LFP). Pergeseran ini dapat memengaruhi daya saing nikel Indonesia di pasar dunia.
Sementara itu, kerja sama strategis antara PT Freeport Indonesia dan PT Antam untuk emas domestik sebesar 30–50 ton per tahun menjadi langkah nyata.
Panel juga membahas pentingnya interoperabilitas data dan keterlacakan rantai pasok global yang diinisiasi oleh International Chamber of Commerce (ICC). Upaya ini menciptakan transparansi, meningkatkan kepercayaan, serta menarik investasi berkelanjutan.
Di sisi lain, PT Krakatau Steel menegaskan kontribusi besar sektor baja terhadap perekonomian nasional.
Setiap satu dolar investasi mampu menghasilkan nilai tambah hingga 2,5 kali lipat di rantai pasok dan 13 kali lipat di sektor terkait.
Perusahaan baja nasional itu juga berkomitmen membuka lapangan kerja baru sambil memperhatikan roadmap lingkungan.
Melalui hilirisasi mineral berorientasi hijau, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi inklusif hingga 8 persen. Indonesia diharapkan menjadi pusat investasi berkelanjutan di kawasan dan dunia.
Kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, dunia usaha, dan mitra global diharapkan memperkuat nilai tambah sumber daya mineral nasional. Langkah ini memastikan tata kelola yang bertanggung jawab dan menempatkan Indonesia sebagai poros utama ekonomi hijau global. (*IM/Red)
