Pemerintah menegaskan UU Pers 1999 sudah menjamin perlindungan hukum bagi wartawan melalui sinergi antara pemerintah. (Dok. indonesia.go.id)
JAKARTA,WWW.GOLANNUSANTARA.COM – Pemerintah menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah memberikan jaminan perlindungan hukum yang kuat bagi wartawan dalam menjalankan profesinya.
Pemerintah menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah memberikan jaminan perlindungan hukum yang kuat bagi wartawan dalam menjalankan profesinya.
Menurut Fifi Aleyda Yahya, dalil Pemohon yang menyebut Pasal 8 UU Pers multitafsir tidak berdasar. “UU Pers secara nyata telah memberikan jaminan perlindungan hukum bagi wartawan, khususnya dalam menjalankan fungsi, hak, dan kewajibannya. Dengan demikian, Pasal 8 UU Pers tidaklah multitafsir,” ujarnya di hadapan majelis hakim konstitusi.
Ia menjelaskan, frasa “perlindungan hukum” dalam Pasal 8 tidak berdiri sendiri. Frasa tersebut harus dimaknai dalam kerangka hukum positif yang berlaku, termasuk peraturan sektoral lain yang terkait.
Fifi menambahkan bahwa norma tersebut bersifat “open norm” atau norma terbuka yang memberi fleksibilitas penerapan sesuai dinamika hukum dan kebutuhan di lapangan. Ia menegaskan bahwa semangat utama UU Pers adalah menjamin kemerdekaan pers, bukan mengaturnya secara administratif melalui peraturan pemerintah.
“Pelaksanaan norma ini diserahkan kepada Dewan Pers dan organisasi pers secara independen,” ungkapnya.
Dirjen KPM Kemkomdigi juga menegaskan bahwa perlindungan terhadap wartawan tidak hanya bersumber dari UU Pers. Menurutnya, jaminan itu juga diperkuat melalui berbagai instrumen hukum lainnya.
Fifi menyebut instrumen seperti Peraturan Dewan Pers, Keputusan Bersama, dukungan LPSK, dan Komnas Perempuan untuk kekerasan gender.
“Perlindungan hukum bagi wartawan tidak dapat disamakan dengan imunitas profesi lain. Perlindungan bukan berarti kekebalan hukum,” jelasnya.
Menanggapi dalil Pemohon soal kriminalisasi wartawan, Fifi mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menegaskan batasan hukum dalam konteks pemberitaan. Ia merujuk pada Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang mempertahankan frasa “tanpa hak” dalam KUHP untuk melindungi kepentingan hukum yang sah.
Dengan demikian, pemerintah menilai sistem hukum nasional telah menyediakan mekanisme perlindungan dan pengawasan bagi profesi wartawan tanpa mengekang kebebasan pers.
Fifi Aleyda Yahya menegaskan kembali bahwa Pasal 8 UU Pers bukan norma kabur. Ia menyebutnya sebagai bagian integral dari sistem perlindungan hukum bagi wartawan yang dijalankan secara kolaboratif antara pemerintah, Dewan Pers, dan masyarakat.
“Ketentuan Pasal 8 UU Pers tidak bersifat multitafsir. Justru melalui norma terbuka dan sinergi antar-lembaga, wartawan memperoleh hak atas perlindungan diri, kehormatan, dan martabat dalam menjalankan profesinya,” pungkas Fifi. (*IM/Red)
